BREAKING NEWS
Showing posts with label Cinta. Show all posts
Showing posts with label Cinta. Show all posts

Monday, February 1, 2016

Cerpen : Puisi Cinta Untuk Renata (Bagian 2)


Renata yang memakai seragam putih abu-abu berjilbab memasuki universitas merdeka pagi itu dengan sepeda motor tua, lumpur basah yang mengotori sepeda motornya menciptakan kesan gagah sekaligus sangar, bahwa ia telah melewati jalanan banjir dengan susah payah, karena hanya itulah jalan satu-satunya menuju universitas ini. Dan sudah pasti ia datang untuk presentasi lomba karya ilmiah, yang sudah ditunggu-tunggu.

Pagi hari itu Renata berangkat ke universitas dengan kaki mengambang. Bagaimanapun ia telah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, ia bersiap untuk mengikuti presentasi, meski sebenarnya ia tidak ingin pergi, ia hanya berusaha menuruti perintah dari pak Bayu. Semoga ada suatu kekuatan dari langit membantu usahaku, dengan kemenangan, tanpa membekaskan luka dan penyesalan… tapi bagaimanakah aku harus bicara? gumam Renata.

Renata membawa dua buah buku untuk bahan presentasi, tapi pagi itu dasinya tertinggal, bahkan ia berangkat sekolah tanpa alas kaki karena banjir. Semua terlupa begitu saja. Hilda yang sedari tadi menunggu, melihat Renata ini tak tahan untuk tidak menyapa. Dengan bergegas ia memanggil Renata dari dekat ruang rektorat universitas.

Renata menapaki lantai keramik menuju arah suara yang memanggil, kepalanya menunduk. Jika ruang itu harus dimasuki, ia tak tau harus berkata apa, aduh…

Di dalam ruang rektorat itu ia berhenti, ternyata ruang tersebut telah dipenuhi murid-murid yang akan presentasi juga. Pak Bayu juga ada di sana dan berdiri di depan guru pembimbing dari sekolah lain. Ketika menyadari Renata datang, pak Bayu berbalik. Mengikuti pandangan murid lainnya.

Hilda sedang menunggu giliran untuk dipanggil, ia membawa laptop putih berisi file presentasi. Hilda yang sejak kemarin berjuang mati-matian untuk mempersembahkan presentasi terbaik, pagi ini terpaksa harus tegar menghadapi pertanyaan dewan juri yang membantainya.

Peristiwa itu berkembang menjadi dramatis ketika tiba giliran Renata yang dipanggil maju, beberapa murid gaduh karena Renata maju tanpa mengenakan sepatu dan dasi. Dalam keriuhan itu satu suara mencoba menenangkan suasana. Yakni suara pembawa acara yang berseru dengan keras : “Dengarkanlah anak-anak, dimohon tenang sampai aara ini selesai!”

Mata Renata pun berkaca-kaca. Sedangkan Hilda terus memberi semangat kepadanya. Suasana menjadi getir. Dengan getir pak Bayu mendekati Renata dan berusaha membuatnya tenang.

“Apakah seperti ini perlakuan teman-teman semuanya pada saya? Saya memang orang miskin yang tidak punya apa-apa, tapi saya mempunyai semangat belajar yang tinggi, saya juga ingin mengikuti lomba karya ilmiah ini!” Teriak Renata.

Renata meneruskan presentasinya dengan sangat gugup namun lancar dan mampu menjawab semua pertanyaan dewan juri, hingga akhir penampilannya, ia pun medapat tepuk tangan yang gemuruh.

Perjuangan Renata tak sia-sia. Pada detik-detik menjelang pengumuman pemenang lomba semua terdiam. Tiga dewan juri dari berbagai latar belakang menyebut nama pemenang satu per satu. Pak Bayu terlihat berdoa menelungkupkan kedua tangan di wajahya, berharap salah satu dari kedua muridnya, antara hilda atau renata menjadi pemenang. Pada jam 14.43 dewan juri sampai pada pengumuman juara II yang diraih oleh : Renata.


Bersambung ...

Saturday, January 23, 2016

Cerpen : Puisi Cinta Untuk Renata (Oleh : Adhi Syahreza)


Renata masih tertidur lelap dalam meja belajarnya, kepalanya bersandar pada sebuah karya tulis yang sedari tadi dia baca. Sudah sekitar tiga setengah jam Renata membolak balik karya tulis setebal 35 halaman yang harus dia hafalkan dan akhirnya tertidur pulas.  Masih ada lembaran-lembaran kertas berserakan di sekitar dia menyandarkan kepala.

Pagi yang ditunggu telah datang. Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu Renata karena dia terpilih sebagai nominasi sepuluh besar dalam lomba karya tulis yang telah dia kirimkan 2 minggu yang lalu. Dan hari ini adalah penentuan apakah dia bisa terpilih sebagai juara dan membanggakan sekolahnya. Semalam suntuk dia telah belajar dan menghafal semua materi yang akan dia presentasikan di depan dewan juri hari ini.

Jam telah menunjuk angka setengah tujuh, saatnya Renata berangkat menuju sekolah. Di depan tempat kostnya dia menunggu angkutan merah yang tiap hari mengantarnya pulang pergi sekolah. Akhirnya ada juga angkutan yang lewat, meskipun sesak dia tetap masuk ke dalam angkutan karena dia tak mau terlambat hari ini. Sekitar Sembilan orang berjubel memenuhi jok dalam angkutan. Lima menit kemudian sampailah Renata di sekolahan. Dengan rasa optimis, Renata melangkah dengan pasti menuju gerbang sekolah.

Pagi itu Renata sudah disambut oleh Hilda teman sekelasnya yang juga masuk nominasi lomba karya tulis ilmiah.

“ Pagi Ren, Udah siap belum mempresentasikan karya tulismu?”

“Udah Hil.. Tadi malam aku dah menghafal semua materi yang akan ku presentasikan.” Sahut Renata

Datanglah pak Bayu, guru yang membimbing Renata dan Hilda menyusun karya tulis.

“Pagi Renata dan Hilda.. Mari kita latihan presentasi sekali lagi di ruang kelas sebelum berangkat ke tempat lomba.”

“iya siap pak”

Bersambung ......

Monday, January 18, 2016

Belajar Sabar Dari Penantian Zainab

Hamid dan Zainab (Film Di Bawah Lindungan Ka'bah)

Masih ingatkah dengan novel terkenal karya Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang biasa disebut dengan HAMKA? Novel yang sangat melegenda dan sempat difilmkan ini berjudul "Di Bawah Lindungan Ka'bah" yang terbit tahun 1938.

Novel yang menceritakan tentang kehidupan percintaan antara Zainab dan Hamid dalam adat Minangkabau ini sarat akan pesan moral yang disampaikan lewat penggambaran tokoh utamanya. Salah satunya adalah kesabaran Zainab yang rela menunggu kedatangan Hamid, meskipun tidak tahu kapan Hamid akan kembali, namun Zainab tetap dengan keteguhan hati menunggunya.

Membaca novel ini akan menguras emosi anda, karena banyak sekali kalimat yang menunjukkan kesedihan, perjuangan dan kekuatan cinta yang disuguhkan dengan bahasa yang apik. Hal ini dapat digambarkan dalam cuplikan teks dalam novel tersebut, di mana Zainab menuliskan surat untuk Hamid :

Abangku Hamid! 

Baru sekarang adinda beroleh berita di mana abang sekarang. Telah hampir dua tahun hilang saja dari mata, laksana seekor burung yang terlepas dari sangkarnya sepeninggalan yang empunya pergi. Kadang-kadang adinda sesali diri sendiri. Agaknya adinda telah bersalah besar sehingga kekanda pergi tak memberitahu dahulu. 

Sayang sekali, pertanyaan abang belum adinda jawab dan abang hilang sebelum mulutku sanggup menyusun perkataan penjawabnya. Kemudian itu abang perintahkan adinda menurut perintah orang tua, tetapi adinda syak-wasangka melihatkan sikap abang yang gugup ketika menjatuhkan perintah itu. 

Wahai abang…. Pertalian kita diikat oleh beberapa macam tanda Tanya dan tekateki, sebelum
terjawab semuanya, kita telah berpisah dengan tiba-tiba. Memang demikiankah kehendah takdir? 

Adinda sentiasa tiada putus pengharapan, adinda tunggu khabar dan berita. Di balik tiap-tiap kalimah daripada suratmu. Abang!....surat yang terkirim dari Medan, ketika abang akan belayar jauh, telah adinda periksa dan adinda selidik; banyak sangat surat itu berisi bayangan, di balik yang tersurat ada yang tersirat. Adinda hendak membalas tetapi kearah manakah surat itu hendak adinda kirimkan, abang hilang tak tentu rimbanya! 

Hanya kepada bulan purnama di malam hari adinda bisikkan dan adinda pesankan kerinduan adinda hendak bertemu. Tetapi bulan itu tetap tak datang; pada malam yang berikutan dan seterusnya ia kian kusut….. hanya kepada angin petang yang berhembusan di ranting-ranting kayu di dekat rumahku, hanya kepadanya ku bisikkan menyuruh supaya ditolongnya memeliharakan abangku yang berjalan jauh, entah di darat di laut entah sengsara kehausan. 

Hanya kepada surat abang itu, surat yang hanya sekali itu adinda terima selama hidup adinda tumpahkan airmata, kerana hanya menumpahkan airmata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi orang perempuan. Tetapi surat itu bisu, meski pun ia telah lapuk dalam lipatan dan telah layu kerana kerap dibaca, rahsia itu tidak juga dapat dibukanya. 

Sekarang abang, badan adinda sakit-sakit, ajal entah berlaku pagi hari entah besok petang, gerak Allah siapa tahu, besarlah pengharapanku supaya abang dapat pulang, dapat juga hendaknya kita bertemu…..  dan jika abang terlambat pulang, agaknya bekas tanah penggalian, bekas air penalkin dan jejak
mijan yang dua, hanya yang akan abang dapati. 

Adikmu yang tulus: 

Zainab.



Wahai, akan dapatkah dilukiskan, dapatkah diperikan bagaimana wajah Hamid ketika membaca surat itu? Dapatkah, mungkinkah dikira-kirakan bagaimana perasaannya di waktu itu? Surat demikian adalah pengharapannya selama ini, pengharapannya dan buah mimpinya semasa ia masih bergaul, memikirkan kerendahan darjatnya, tiadalah disangka-sangkanya bahawa ia akan seberuntung itu, menerima surat dari Zainab, belumlah besar kegembiraan seorang budak jika ia diajak tersenyum oleh penghulunya; belumlah besar sukacita seorang pelayan istana jika ia dianugerahi sebentuk cincin oleh rajanya. Surat tanda cinta dari seorang perempuan, perempuan yang mula-mula dikenal dalam penghidupan seorang pemuda, adalah lebih berharga kepada senyuman seorang penghulu daripada budaknya yang lebih mulia daripada sebentuk cincin yang dianugerahkan raja kepada pelayannya. Satu hati, adalah lebih mahal daripada senyuman, satu jiwa adalah lebih berharga daripada sebentuk cincin.

Apa yang anda rasakan setelah membaca surat Zainab tersebut? apakah baper alias bawa perasaan? :D

Monday, January 11, 2016

Senandung Cinta

Detik tak akan pernah berjalan mundur dan waktu tak bisa berputar kembali. Cintailah orang yang kamu miliki sekarang, janganlah cinta pada masa lalumu. Seindah apapun masa lalumu sungguh lebih indah yang kamu miliki saat ini.

Orang yang mencintaimu akan selamanya tetap mencintaimu, seburuk apapun dirimu, ia akan tetap baik untukmu. Jika kamu menyakitinya, niscaya kamu akan menyesal kemudian hari. Kamu akan mengerti betapa berartinya dia. Meski seribu kali kau tak memperdulikannya, namun ia tetap tegar tak goyah sedikitpun cintanya.

Bangunlah... Berilah orang yang mencintaimu dengan rasa sayang sepenuhnya, buanglah jauh jauh semua masa lalumu. Pandanglah ia dengan sejuta cintamu, dan jangan sekalipun ia kau sakiti.

Renungkanlah jika ia menutup mata untuk selama lamanya, maka ia tak bisa kembali lagi dengan cintanya yang tulus padamu. Selagi masih bernafas buatlah ia bahagia di sampingmu.

Teruntuk istriku tercinta, ku nyanyikan syair lagu ini untukmu:
Aku tak mudah mengaku ku cinta..
Aku tak mudah mengatakan aku jatuh cinta...
Senandungku hanya untuk cinta..
Tirakatku hanya untuk engkau..
Tiada dusta sumpah ku cinta sampai ku menutup mata..
Cintaku.. Sampai ku menutup mata..
Adhi & Iiz