BREAKING NEWS
Showing posts with label Puisi. Show all posts
Showing posts with label Puisi. Show all posts

Wednesday, January 11, 2017

Shalawat Bocah Lembah

Ilustrasi

Duhai tangan-tangan mungil

Suci tanpa dosa

Berharap secuil kasih dari bunda

Mengecup nisan ayah berbekas gelebah

Muara sayang bunda bersama ayah

Bocah gelebah kemarilah

Menjemput asamu bersama Rabbi Illah :

Bundaku yang mulia

Kujawab santun bunda dalam doa

Aku  bersepeda menuju surga

Berbekal ilmu amalan nan sholihah

Lembah sangat dalam bunda

Aku gemetar melihat dalamnya lubang dosa

Berpesta narkoba di naungan jingga

Membuat jiwa-jiwa terkepam noda

Menggetarkan bibirku pada shalawatan

Kudus, 11 Januari 2017
Puisi By Jarwati

Biodata: Jarwati merupakan alumni SMA PGRI 1 Kudus. Penulis buku She Is Your Dream dan Under The Rain For Love yang memakai nama pena Aiko Ara Wati. Sedang menyelesaikan jenjang S1 di Jurusan Dakwah & Komunikasi Prodi Bimbingan Penyuluhan Islam STAIN Kudus. Ingin mengenalnya lebih dekat? Mampir aja di blog sederhananya http://Arhamatahari.blogspot.com

Note: #Repost Pernah di posting di Grup Loverinz

Tuesday, March 29, 2016

Curahan Hati Kotak Amal, Sebuah Puisi Refleksi Kehidupan

Aku adalah sebuah kotak
Kotak kecil dengan sebuah lubang
Terbuat dari kayu atau besi
Tempatku di pojok musholla dan masjid

Namun aku tak tau
Apa sebenarnya salahku
Hingga hanya segelintir orang saja
Yang mau memandangku

Mengapa mereka tak peduli
Kenapa mereka tak mau berbagi
Apakah aku tidak menarik lagi?
Bagaimana caranya agar aku terisi

Aku sadar aku bukan siapa siapa
Aku juga tahu aku selalu sendiri
Andai aku bisa menyapa manusia
Aku akan memberitahu bahwa mengisiku adalah pahala besar

Hanya uang receh yang sering datang kepadaku
Jarang sekali uang bergambar soekarno hatta mampir di dalamku
Padahal mereka selalu terlena dalam kemewahan dunia

Ya Allah, berilah manusia rasa iba
Agar mereka sadar dan mau mengisiku
Aku berjanji akan menjadi saksi suatu saat nanti
Bagi orang orang yang peduli
Jika mereka tak mau berbagi
Sungguh mereka termasuk orang yang merugi.

Sunday, March 20, 2016

Puisi : Sendiri Dalam Galau

Ada masa di mana aku ingin sendiri saja,
Sendiri menikmati saat sedihku,
Sedih yang tak pernah berganti bahagia,
Seperti rasa bahagia saat diriku berdua denganmu.

Aku tahu aku tak mampu,
Tak mampu untuk pergi darimu,
Darimu yang telah mengisi ruang dalam hidupku,
Hidup dalam cinta dan kasihmu,

Sunday, February 28, 2016

Cinta Dalam Sepotong Roti, Rindu Dalam Relung Hati

Saat kita duduk berdua,
Ada sebait cerita yang kita cipta,
Aku memandangmu mesra,
Dan engkau menatapku ceria,

Dalam sebuah kotak makan itu,
Engkau mengeluarkan sepotong roti dan keju,
Suasana kian syahdu,
Saat engkau memberikan roti dalam mulutku,

Dalam sepotong roti,
Engkau bisikkan segala isi hati,
Rindu akan kebersamaan ini,
Semoga kelak terulang kembali,

Hembusan angin mulai menyapa,
Engkau bacakan dengan bait puisi cinta,
Ku iringi senandung alunan gitar,
Dalam dawai asmara yang menggetar,

Mungkin kisah kita tak seperti cinta boy pada refa,
Bukan pula cinta rama pada shinta,
Namun cinta aku dan engkau menjadi kita,
Kita yang akan selalu bersama dalam suka dan duka,

Engkau adalah ketidakmungkinan,
Yang aku semogakan,
Semoga rasa ini terus berjalan,
Mengiringi langkah kita dalam bahtera cinta dan ketulusan,

Roti ini jadi saksi,
Rindu yang kusimpan dalam relung hati,
Semoga cinta kita abadi,
Semoga Tuhan merestui.

I will always love you...

Saturday, February 20, 2016

Doa Nenek Renta Sebatang Kara Di Ujung Senja

Mata ini masih sanggup menatap langit samar-samar
Tangan ini masih sanggup meraba dalam sukar
Meski mulut tak lagi mampu berkelakar
Namun jiwa dan semangat hidup terus berkobar

Dalam sebuah rumah sederhana
Aku tinggal sebatang kara
Anak cucuku telah pergi entah kemana
Kala usiaku yang tak lagi muda

Iya, rumahku sangat sederhana
hidupku selalu bersahaja
Tak ada tembok yang dibangun dari bata
Tak ada pula genteng yang bagus tertata

Hanya tanah yang menjadi lantai rumahku
Hanya ada satu kamar dalam ruanganku
Setiap hari hanya termenung dan terpaku
Meratapi sisa hidup yang tak menentu

Hidupku pilu
Kisahku sendu

Di mana anakku?
Di mana cucuku?
Di mana keluargaku?
Apakah mereka tak rindu?

Saat senja sore hari
Aku selalu menanti
Berharap mereka akan kembali
Meski dengan harapan yang tak pasti

Kadang aku menyerah
Kadang aku merasa lelah
Namun aku tak boleh pasrah
Tak boleh diam dan gelisah

Wahai Tuhanku...
Dengarlah pintaku
Terimalah sujudku
Ampunilah segala dosaku

Ku mohon buatlah aku bahagia
Meski hanya sebentar saja
kembalikanlah senyuman dan tawaku
Agar ku dapat ceria seperti dahulu

Jika hidupku tak lama lagi
Dan harapanku tak terpenuhi
Maka ijinkanlah aku mati
Dalam hati dan jiwa yang suci...

(oleh : iiz witasfha, 20/02)



Wednesday, February 10, 2016

Doa Di Negeri Padi (Juara 2 Lomba Cipta Puisi Tingkat Nasional Tahun 2015)


Oleh : Wulan Cahya Surtri Putri*

Gemerincing penari kuda lumping,
nyaring mengitari kaki Sindoro - Sumbing,
masih terngiang tembang cengklung,
syair gembala di lereng gunung.

Pagi merekah mengharap berkah,
Srikandi menyunggi sesaji,
menyambut Dewi Sri
di hamparan sawah sunyi
tapi tiada lagi sedap wangi,
dalam keriuhan mesin waktu,
petani kehilangan ani-ani.

Aneka burung takut terbang ke langit biru,
gendang tak lagi berdendang,
sinden tak lagi nembang,
wayang kini tanpa lakon,
seperti hutan tanpa pohon.

Lalu segalanya kering kerontang,
segalanya menghilang dalam mimpi bumi.
Apakah kelak sesungging senyuman bisa kembali?
apakah petani bisa menari sambil menyanyi?

Jangan jauhkan surga dari kami,
jangan jauhkan kami dari bernas padi,
dan kehijauan sepanjang hari.

Inilah doaku, doa lirih, di negeri padi, negeri sejuta mimpi.


Wulan Cahya dan guru pembimbing

* Wulan Cahya Surtri Putri adalah siswi kelas 9 SMPN 6 Temanggung, Jawa Tengah. Sumber : Inspirasi

Monday, February 8, 2016

Kukayuh Sepeda Tua Demi Menghidupi Keluarga

Nenek Penjual Sayur

Mentari masih menyisakan panasnya dalam balutan embun pagi yang menitik jatuh perlahan di setiap lembaran daun. Sinar sang surya lambat laun naik dan membuat segala isi dunia menjadi terang. Jalanan telah dipenuhi oleh hiruk pikuk aktivitas manusia dari berbagai ragam profesi, seolah merayapi aspal menggerogoti hamparan panjang kehidupan berliku.

Hari libur tak lantas menjadikan pekerjaan ikut libur. Seperti kisah seorang nenek tukang sayur, ia tak pernah mengenal kata libur, prinsip yang jadi pedomannya selalu ia pegang erat-erat. Setiap hari ia dan keluarganya membutuhkan sesuap nasi. Tidak ada kata libur untuk makan demi keberlangsungan hidup. Semua ia kerjakan dengan ikhlas, dengan hati dan dengan penuh harapan. Harapan agar dagangannya laku dan memperoleh sedikit penghasilan.

Hanya sebuah sepeda tua yang menjadi teman menggapai harapannya. Sepeda usang yang selalu menemani hari-harinya menyusuri jalanan, sepeda yang tak pernah mengeluh dengan beratnya bawaan dalam keranjang-keranjang di belakang maupun di depan. Caping gunung lah yang juga melindungi tubuh dari panas teriknya matahari maupun dinginnya tetesan air hujan. Sepasang sandal japit mengiri setiap langkah dan menjadi saksi kemanapun nenek itu pergi.

Satu tempat tak cukup baginya menjajakan dagangan. Gang demi gang, jalan demi jalan, rumah demi rumah, berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya telah ia lalui. Debu, panas, hujan tak menjadi halangan dan rintangannya untuk tetap mengayuh. Tak sedikit hujatan, cacian, bahkan hinaan dari sebagian manusia yang tidak menyukainya. Tak pula semua orang membayarnya lunas, hutang kadang membuat penghasilannya menurun dan tidak bisa mengembalikan modal.

Pernah sempat ia mengeluh dan hendak tak meneruskan pekerjaannya tersebut, namun ia tetap tegar, pasrah dan semangat. Ia sadar tak ada pilihan lain yang bisa ia perbuat. Hanya ini yang mampu membuatnya hidupnya terus berlanjut. Sesampainya di rumah, keluarganya telah menunggu kedatangannya, menanti hasil yang ia kumpulkan hari ini. Berharap asap di dapur masih mengepul dan adanya sesuap nasi yang dihidangkan. Meski usia tak lagi muda dengan guratan-guratan di wajahnya, namun hanya ia lah tumpuan hidup keluarga, harapan untuk tetap melanjutkan hidup.

*Based True Story

Thursday, February 4, 2016

Pada Hujan Kutitipkan Angan Dan Harapan

Dingin... dingin yang menyelimuti dengan segala kesyahduan hati
tak lantas membawa jauh pergi semua kenangan ini
Rintik... rintik hujan yang mengalir dari segala sudut dan sisi
tak lantas membawa jauh pergi semua luka dalam diri

Hujan...
akankah kau mendengar isi hatiku?
apakah kau mengetahui kegundahan gelisahku?
maukah kau menemai dalam sepiku?
kemanakah kau akan membawa segenap angan dan harapanku?
dimanakah aku mampu menemukan persinggahanmu?
bagaimana aku bisa bertemu dan berbicara denganmu?

Anganku ingin menemukan kesejukan dalam setiap tetesan airmu
harapanku ingin menikmati pelangi dalam deras aliran rintikmu

Jika engkau tak menghendaki
biarlah aku tetap berangan
Jika engkau tak merestui
biarlah aku tetap memegang harapan

Jangan biarkan aku menangis
meratapi kisah yang tak berujung manis
lihatlah hidupku yang penuh ironis
rasakanlah jiwaku yang selalu tragis

Padamu hujan...
ku titipkan segala angan dan harapanku
ku rangkaikan segala doa dan asa

Terima kasih hujan.


Puisi oleh : Iiz Witasfha (02/02/2016)