BREAKING NEWS

Sunday, February 28, 2016

Menelusuri Jejak Keberadaan LGBT Di Kabupaten Kudus, Sebuah Fakta Mengejutkan

Kudus merupakan sebuah kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang maju karena banyaknya perusahaan rokok maupun elektronik yang berdiri di sini. Kudus merupakan salah satu kota yang religius, apalagi dengan adanya 2 makam wali penyebar agama Islam yakni Sunan Kudus dan Sunan Muria. Hal ini membuat masyarakat Kudus terkenal religius dan taat pada ajaran agama.

Belakangan ini, di berbagai media baik media cetak maupun elektronik santer diberitakan mengenai LGBT, LGBT sendiri singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Lesbian dan Gay yang berarti hubungan sesama jenis, Biseksual yang berarti kelainan seksual dengan 2 orang, dan Transgender yan berarti merubah kodrat dari laki-laki menjadi perempuan maupun sebaliknya. Tentunya hal ini meresahkan masyarakat, bagaimana tidak? secara terang-terangan, mereka yang termasuk dalam kelompok LGBT ingin sekali diakui keberadaannya dan dilegalkan.


Salah satu penjual LGBT di Kudus

Dampak dari isu LGBT tidak serta merta membuat masyarakat Kudus resah dan gelisah, justru mereka merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan. Bukan hanya karena mereka mempunyai keimanan yang kuat, buka karena di Kudus terdapat 2 makam sunan, bukan pula karena mereka takut akan hukum. Tetapi masyarakat Kudus lebih mengenal LGBT sebagai kuliner yang enak dan lezat. Loh kok bisa?

LGBT merupakan singkatan dari Lemper, Gethuk, Bubur dan Tiwul, bukan kelainan seksual seperti yang tersebut di atas. Lemper adalah makanan yang terbuat dari ketan yang ditengahnya diisi dengan ayam maupun abon sapi, gethuk adalah makanan yang terbuat dari ketela pohon yang dideplok (tumbuk), Bubur adalah makanan yang terbuat dari beras yang dihaluskan dan dikasih santan, sedangkan tiwul adalah makanan yang terbuat dari ketela pohon yang dihaluskan dan dimasak dengan gula merah. Bagi masyarakat Kudus, keberadaan LGBT justru dicari-cari dan menjadi primadona bagi masyarakat, terutama pedesaan. Sebuah fakta mengejutkan bahwa masyarakat Kudus gemar mengkonsumsi LGBT.

Di Kudus sendiri, keberadaan LGBT masih bisa sering kita jumpai baik di pedesaan maupun perkotaan. Salah satunya terletak di depan SD 3 Mlati Kidul Kudus (Sebelah Timur Gor Wergu Wetan Kudus). Setiap pagi, penjual gethuk dan bubur tersebut ramai pembeli, bahkan saya sendiri masih sering membeli gethuk di sini meskipun harus mengantri. 1 porsi gethuk dicampur dengan ketan, mata sapi yang ditaburi parutan kelapa dan air gula merah. Saya hanya membayar 2 ribu rupiah saja untuk membeli 1 porsi gethuk yang ditum (dibungkus) daun pisang. Rasanya sungguh sangat luar biasa sekali, benar-benar nikmat. LGBT di timur GOR ini buka setiap hari, kecualli hari Senin dan Selasa libur.

Selain di tempat tersebut, LGBT di Kudus dapat kita jumpai di beberapa pasar tradisional. Selain di pasar, LGBT sering juga mangkal di bangjo proliman barongan Kudus. Biasanya, penjual LGBT adalah nenek-nenek tua. Sebagai generasi muda, sudah sepatutnya kita turut melestarikan makanan tradisional ini. Meskipun LGBT merupakan makanan tradisional, namun penikmat dan konsumen LGBT masih sangat banyak. Jadi jika anda ingin berbisnis, jangan latah dengan yang sedang laris saat ini, pertimbangkanlah melirik makanan tradisional.

Post a Comment